masukkan script iklan disini
ARTIKEL - Politik sering kali seperti jaring laba-laba (Umagi). Ia terlihat halus dan indah, nyaris tak kasat mata, tapi begitu kita terperangkap, semakin kita berusaha melepaskan diri, semakin kuat jaring itu mencengkeram.
Beberapa orang bisa keluar dengan mudah, sementara yang lain terus tersangkut, tak bisa bergerak, hanya bisa menunggu sampai ada tangan yang bersedia melepaskan mereka.
Seorang sahabat mengirim pesan kepada saya , “Bapak pasti senang bisa keluar dari konflik Politik Papua Tengah ini, tidak seperti kami yang terjebak terus.” Kata-kata itu terasa seperti desir angin di malam yang sunyi ringan, tetapi membawa kesedihan yang mendalam. Ada kelelahan yang tak terucapkan, ada luka yang tak terlihat, tapi nyata.
Pilkada datang seperti badai. Opini bertempur tanpa henti, persahabatan yang dulu erat terkoyak, seakan semua orang lupa bahwa setelah hari pencoblosan, tugas kita bukan lagi bertarung, tapi membangun kembali. Kini, yang menang berdiri di atas panggung, tersenyum di bawah cahaya, sementara yang kalah terdiam di sudut gelap, menata ulang langkah yang terserak.
Tapi sampai kapan kita harus terjerat dalam jaring ( Umagi) ini? Sampai kapan kita membiarkan politik mengikat tangan dan kaki kita, membatasi gerak, membungkam suara? Politik seharusnya bukan jebakan yang memperbudak, melainkan alat untuk membawa kita ke arah yang lebih baik.
Kini saatnya melepaskan diri dari jaring ini. Menyulam kembali hubungan yang terkoyak, merangkul mereka yang tersisih. Sebab, seperti kata Prabowo, “Tidak ada lawan politik, yang ada adalah kawan seperjuangan.” Dan pada akhirnya, perjuangan kita bukan tentang siapa yang menang atau kalah, tapi tentang bagaimana kita tetap bisa berjalan bersama.
Timika 15 Februari 2025
TTD
Sam Gobay

