ULMWP : Selama Jalan Musa Papua, Bapa Thomas Beanal


 MENINJAU.COM - Kumpulkanlah Pasir di lautan menjadi Gunung besar. Berteriaklah dari puncak Gunung itu  tentang penderitaan dan penyelamatan Nasib Bangsamu, supaya keluargamu, rakyat dan  pemimpin Melanesia, Pacifik dan Dunia mengarkannya dan membantu menyelamatkanmu_ 


 *Syukur Bagi-Mu Tuhan!* 

Hari ini, tanggal 3 Mei 2023, kita sedang berkumpul di sini, di Gereja Katedral Tiga Raja, Mimika-Papua untuk mendoakan dan mengantar jenasah, Bapa Bangsa Papua, Thomas (Tom) Beanal ketempat peristerahatannya yang terakhir. Hari ini juga dari Tanah Amungsa kami harus menyampaikan bahwa salah satu tiang utama Bangsa Papua telah patah, setelah hampir 13 tahun terakhir ini (2010-2023) jatuh bangun melawan sakit penyakit yang dideritanya ditengah keluarga dan rakyat bangsa Papua. 

Sakit penyakit yang diderita oleh Bapa Tom Beanal sesungguhnya dimulai awal tahun 2004-2008 melalui proses pembunuhan sistematis melalui racun yang dicampuri dengan air putih yang dikonsumsinya di salah satu hotel di Jakarta dengan target melumpuhkan saraf, daya ingat hingga stroke.

Tom Beanal terlahir sebagai salah satu anak Papua yang jujur, pintar dan bijaksana. Ia memiliki integritas yang tinggi. Dalam pilihan politik hidup, berdiri dan berpihak kepada yang lemah dan tidak berdaya. Sebagai seorang Pastor awam (Pastor berkeluarga), pada masanya ia tidak hanya berkotbah tentang Kristus dari atas mimbar melainkan ia jalan kaki dari rumah ke rumah, dari stasi ke stasi, dari paroki ke Paroki yang lain mencari umat Kristus. 

*Membelah Martabat Umat Tuhan* 

Pada 2006, ia bekisah kepada saya, “waktu saya menjadi Pastor Paroki di Hepuba Wamena tahun 1977-1979, umat saya di stasi Welesi dipaksa dan diancam oleh militer untuk menyerahkan tanah mereka supaya membangun Masjid, juga beberapa dari mereka bibujuk dan diancam untuk masuk Islam. Saya tidak menerima perlakuan semena-mena. Saya hadir ditengah umat membelah mereka, akibatnya saya ditangkap dan didekam ditahanan Kodim 1701 Wamena. Pada saat yang sama, anak perempuan saya meninggal dunia di Paroki Hepuba kemudian keluarga memakamkannya di Wamena.” 

Apa yang kita dengarkan ini merupakan salah satu kisah nyata yang dialami oleh almarhum sebagai seorang Pastor awam Katolik.

Setelah 20 tahun lebih mengabdi sebagai Pastor awam, pada 1991 Bapa Tom pulang kampung di tanah Amungsa-Papua.

 *Kembali Pulang Kampung dan Perjuangannya* 

Menyaksikan situasi penderitaan umat Tuhan di tanah Amungsa yang dilakukan oleh PT. Freeport melalui militer, Tom Beanal bersama sejumlah tokoh Amungme dan Papua bekerja keras membelah martabat umat Tuhan dengan mendirikan LEMASA (Lembaga Musyawarah Adat Amungme). Melalui LEMASA ia ditunjuk sebagai Toeri Negel, melakukan protes perlawanan dengan damai.

Pada April 1996, Tom Beanal mewakili Suku Amungme melakukan gugatan class action (gugatan perwakilan) kepada Freeport di Pengadilan Federal Amerika Serikat. Ada 3 alasan yang menjadi tuduhan utama yang dijadikan dasar gugatan terhadap FMCG (Freeport McMoran Copper and Gold Inc):

1). Pelanggaran Hak Asasi Manusia, 

2). Perusakan Lingkungan Hidup (environmental tort),

3). Pembasmian Budaya (cultural genosida). 

*Dari Timika menjadi Musa Papua* 

Dengan kharisma yang dimilikinya, Tom Beanal yang didukung  penuh sejumlah tokoh Amungme dan Papua, menjadikan masalah Freeport bukan hanya masalah milik suku Amungme  dan Mimikawee (Kamoro), tetapi milik bersama rakyat Bangsa Papua. Melalui peran dan dukungan para tokoh Papua, Dr. Benny Giay, Dr. Noak Nawipa, John Rumbiak, Octovianus Mote, Agus Alua, Willi Mandowen, Theys H Eluai, Moh. Thaha Alhamid, Herman Awom, Mama Yosepa Alomang yang ditopang Pastor Nato Gobay, Pastor Neles Tebay, Bapa Piet Matorbong (Sahabat semasa hidup Almarhum) berkat reformasi di Indonesia pada 1998, rakyat Papua dengan para pemimpinnya membentuk Tim Foreri sebagai cikal dan bakal proses rekonsiliasi dan perjuangan damai. 

Pada Februari 1999, Tom Beanal memimpin Tim 100 bertemu Presiden B.J. Habibie di Istana Negara, Jakarta menuntut hak Politik Bangsa Papua. Pada akhir 1999, memimpin dilaksanakan Musyawarah Besar Papua. Bersama Thyes H. Alua duet pemimpin Papua. 

Pada Juni 2000 terpilih sebagai Wakil Ketua Presidium Dewan Papua kemudian setelah peristiwa penculikan dan pembunuhan Theys H. Eluay oleh pasukan Elit TNI pada 10 November 2001, pada tahun 2002, Tom Beanal ditunjuk sebagai Ketua Presidium Dewan Papua. 

Pada waktu yang sama juga Tom Beanal ditunjuk sebagai Ketua Dewan Adat Papua (DAP) pertama. 

Seperti Musa dalam kisah pembebasan Bangsa Israel dari tirani rasisme, pembunuhan sewenang-wenang, mempratekan proyek genosida, etnosida terhadap bangsa Yahudi oleh Raja Firaun di Mesir, Tom Beanal hadir ditengah situasi yang sama yang dihadapi rakyat Papua. Dengan seluruh keyakinan kokoh yang ia miliki untuk bangsanya Papua, ia membawa perjuangan damai Papua yang terpendam, terbungkam dengan timah Panas di tengah hutan rimba-belantara Papua, di pulau-pulau dan pesisir, di gunung-gunung dan lereng, di lembah dan dirawa-rawa-Papua dan di luar negeri,  masuk di tengah kota. Tom Beanal, jujur, berterus-terang menggemahkan dan menuntut diakuinya hak Politik Bangsa Papua, sebagaimana tertera dalam mukadimah pembukaan UUD 1945, 

“bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.” 

Selama perjuangannya, Tom Beanal menuntut supaya praktek pelaksanaan mukadimah pembukaan UUD 1945 kepada rakyat dan pemimpin Indonesia, Presiden B.J. Habibie pada Februari 1999, kepada Presiden Abdurahman Wahid di Gedung Negara Dok 5 Jayapura pada 31 Desember 1999 kemudian di Jakarta pada tahun 2000, kepada Presiden Megawati pada 2003 di Kwala Kencana Timika. 

Dibawah sorotan tema Mari Bicara, Meluruskan Sejarah Papua dengan Damai, menuntut Hak Politik secara bermartabat Tom Beanal tampil dipanggung Politik pembebasan Papua. Politik Kasih dan Damai menjadi roh dalam seluruh perjuangan hidup Tom Beanal. Dilandasi oleh visi yang sama, ia menyampaikan kabar perjuangan bangsa Papua kepada berbagai kalangan dan pemimpin di Melanesia, Pacifik, Amerika Serikat, Eropa hingga Afrika. 

Tom Beanal telah menghantar Bangsa Papua di tengah kita, di atas bahu kita semua tanpa terkecuali. Perjuangan non kekerasan, non violent, perjuangan damai, ahimza, yang dipratekan, dihayati dan dijakini oleh Tom Beanal akan ada dan selamanya akan hidup. Kita mempunyai tugas dan tanggungjawab patriotik untuk melanjutkan dan menyelesaikannya. 

*Demi Selamatkan Masa Depan Papua* 

Di hadapan jasad yang sedang terbaring kaku, saya mengajak dan menyampaikan pesan kepada kita sekalian bahwa:

*Pertama*: Mari kita mewarisi, melanjutkan visi, misi dan perjuangan Tom Beanal secara bermartabat dan penuh tanggungjawab. Ingatlah bahwa kami, orang Papua tidak pernah pergi mencuri, merampas, menguasai, menduduki hak milik suku bangsa lain di Indonesia, Asia, Eropa, Amerika, Pacifik, tetapi kami sedang berjuang membelah, mempertahankan dan merebut apa yang menjadi hak kesulungan bangsa Papua, yang Tuhan telah menitipkan kepada moyang leluhur Papua.

*Kedua:* Mari kita saling memandang satu dengan yang saling, saling mengingatkan, membantu sesama orang Papua, sesame manusia yang sedang menderita, tersisih, termajinalkan hingga sedang menuju pada proses genosida, etnosida dan ekosida. Sekali-kali jangan pernah berharap orang lain, bangsa lain akan datang menjadi dewa bagimu untuk menghapus air matamu.
 Orang Papua yang sisa, 2 juta orang ini, kembali ke Itongo, Yamewa, Honai, Nduni, Kunume, Pilamo, para-para adat membangun persektuan, saling jaga membelah harga dirimu. 

*Ketiga* : Jangan sekali-kali putusan harapan dengan perjuangan dan masa depan keluarga, suku dan bangsa Papua. Hari ini kita menyaksikan seakan materi terbenam, Tom Beanal telah pergi tetapi kita katakan matahari akan tetap terbit esok, dari Timur Bangsa Papua Papua. Pada 2015, Ketika saya bertemua Bapa dan menyampaikan bahwa kami telah Bersatu dan telah membentuk ULMWP, Bapa Tom berpesan,

“Kumpulkanlah pasir dilautan menjadi Gunung dan teriaklah dari atasnya supaya orang lain, keluarga Melanesia, Pacifik dan dunia melihat dan mendengar penderitaan dan perjuanganmu.” 

Maka sekali lagi saya mengajak saudara/I, lihatlah dan melangkah bersama untuk kembali ke rumah Melanesia, setelah 60 tahun tali pusar Melanesia diputuskan sejak Mei 1963.

Untuk itu, kita ambil doa dan puasa untuk pejuangan dan kerja keras ULMWP (United Libertion Movement for West Papua), West Papua kembali ke rumah Melanesia, MSG (Melanesian Spearhead Group) sejalan dengan jalan yang telah dirintis oleh almarhum Tom Beanal, Otto Ondowame dan para tokoh Papua lainnya. Dari rumah Melanesia kita akan terus bergerak maju untuk ke rumah besar dan kemudian kembali ke rumah sendiri West Papua.

 *Akhirnya* 

Akhirnya, dengan kepala tegap kita katan selamat Jalan Tom Beanal, Musa Bangsa Papua. Selamat beristerahat dalam rumah Bapa di Surga. Selamat jalan Bapa, Nerege, Amole. Waaaa..waaaa..waaa

 _Amungsa, Mimika Papua, 3 Juni 2023_ 

 *Markus Haluk* 
Direktur Eksekutif ULMWP
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak