• Jelajahi

    Copyright © MENINJAU MEDIA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    MERAIH INDONESIA EMAS 2045

    28 Desember, Desember 28, 2023 WIB Last Updated 2023-12-28T11:34:16Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
     Oleh : Sandra Hartono
    (Aktivis dan Pendukung Militan Jokowi)

    MENINJAU.COM - Pasca polarisasi ekstrim muncul 2013, politik Indonesia kian memanas dengan munculnya dua kubu politik yaitu cebong dan kampret. Kampret diidentikkan dengan kubu pendukung Prabowo, sedangkan Cebong diidentikkan dengan pendukung Jokowi. 

    Perjalanan dua paham politik ini, tentu membawa dualisme dalam kancah perpolitikan Indonesia, tetapi seyogyanya, tidak ada musuh abadi dalam politik.

    Dalam periode kedua pemerintahan Jokowi, dualisme politik runtuh dengan masuknya Prabowo dalam koalisi Jokowi. Jokowi menggandeng Prabowo dalam kepemimpinannya, memilih Prabowo menjadi Menhan dan dalam Kabinet Indonesia Maju. Di sisi lain, Prabowo dengan sikap legowo dan ksatria menunjukkan sikap kebapaan dan menerima tawaran Jokowi menjadi menteri pertahanan.

    Dengan bergabungnya kubu prabowo ke dalam pemerintahan Jokowi secara tidak langsung menghapus polarisasi ekstrim dan dualisme yang kian lama memporakporandai persatuan rakyat Indonesia.
    Dalam perjalanan pemerintahan Jokowi setelah menggandeng Prabowo, ada begitu banyak program pemerintahan yang didukung Prabowo, salah satunya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Ada juga program pembangunan infrastruktur seperti tol dan program dana desa (I Miliar).

    Selain itu, dengan adanya keterlibatan Prabowo yang selalu hadir di sisi Jokowi menandai adanya keselarasan konsep, ada keselarasan ide, dan keselarasan tujuan akan cita-cita bangsa ini ke depannya.
    Menghapus Polarisasi Ekstrim Dinamika politik Indonesia pun kembali terlebur dalam dualisme politik Jokowi menjelang pesta demokrasi pilpres 2024 ketika Megawati mencalonkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menjadi Presiden, di samping itu Jokowi mengiijinkan putera keduanya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo. 

    Fenomena politik yang demikian tidak serta merta berarti bahwa Jokowi membangun dualisme baru dalam kancah perpolitikan Indonesia, tetapi satu tujuan yang ingin dicapai Jokowi adalah menyelamatkan Negara Indonesia dari berbagai program yang menghambat pembangunan dan cita-cita terwujudnya Indonesia emas 2045. Apa yang dicita-citakan Jokowi demi kemajuan Indonesia, sebenarnya menjadi lebih mudah apabila hal itu didukung oleh berbagai pihak termasuk partai politik pengusungnya. Jokowi lebih menaruh kepentingan rakyat Indonesia di atas kepentingan partai.
    Sebenarnya ide Jokowi tentang keberlanjutannya pembangunan Indonesia ke depan pasca berakhirnya masa jabatannya di tahun 2024 sudah mulai terlihat dengan berbagai program pembangunan dalam masa pemerintahannya, yang mana selalu melibatkan Prabowo. 

    Jokowi menyadari bahwa Prabowo lah figur yang mampu mengerti dan paham tentang geopolitik Bangsa Indonesia serta mampu mentransformasikan diri bersama para pemimpin negara lain. Hanya saja maksud dan arah Jokowi belum secara eksplisit dicerna oleh berbagai pihak termasuk partai politik pengusungnya (PDIP), bahwa Jokowi akan mempercayakan Prabowo untuk melanjutkan programnya, selain itu juga Jokowi menilai bahwa Prabowo adalah sosok yang tepat meneruskan estafet kepemimpinannya. Hal itu semakin kentara bahwa pada puncaknya dalam pencalonan presiden 2024-2029, PDIP mengusung Ganjar Pranowo, sosok yang bukan diharapkan Jokowi untuk meneruskan program pembangunannya menuju Indonesia emas 2045. Ide dan cita-cita yang diharapkan oleh Jokowi seakan dibentur oleh orientasi kepentingan partai pengusungnya. PDIP seolah-olah lebih mengutamakan kekuasaan rezim politik partai ketimbang kelanjutan pembangunan Indonesia.
    Fakta bahwa dualisme politik dalam kubu pendukung Jokowi itu tentu tidak akan terjadi apabila partai politik pengusungnya mampu mencerna cita-cita Jokowi, mampu menangkap maksud Jokowi akan pemerintahan yang diharapkan untuk melanjutkan pemerintahan pasca 2024, dan juga mampu memilih sosok figur yang tepat untuk melanjutkan estafet kepemimpinannya ke depan. Hal ini tentu akan lebih mudah jika partai pengusungnya mengakomodir Pak Prabowo dalam kepemimpinan selanjutnya.
    Sebenarnya isu duet Prabowo/Ganjar pernah ramai di kalangan publik sebelum penetapan Capres- Cawapres definitif Periode 2024-2029 oleh KPU. Duet Prabowo/Ganjar sangat ideal menurut sebagian besar rakyat Indonesia, karena dinilai mampu menyatukan dua kubu (cebong dan kampret) yang hampir kurang lebih satu dekade membawa perpecahan bangsa. Harapan sebagian besar rakyat Indonesia untuk mendukung duet Prabowo/Ganjar juga dinilai tepat, sebagai pasangan yang meruntuhkan hegemoni polarisasi ekstrim yang telah lama memporakporandai persatuan Indonesia.
    Idealisme sebagian besar rakyat Indonesia dan harapan Jokowi terkait keberlanjutan pembangunan ke depan seolah terpasung dengan cita-cita partai pendukungnya. PDIP lebih memilih mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Presiden yang mana tidak sesuai dengan harapan pribadi Jokowi untuk meneruskan pembangunannya sebagaimana yang yang diharapkannya.

    Strategi Politik Jokowi Menyelamatkan Indonesia
    Harapan Jokowi seakan sirna ketika partai pengusungnya PDIP lebih mengusung figur Ganjar Pranowo. Namun demikian, Jokowi tidak kehilangan akal untuk menyelamatkan bangsa dari politik kekuasaan. Jokowi menyadari bahwa kelanjutan pembangunan dan keselamatan bangsa Indonesia lebih diutamakan ketimbang kepentingan parsial partai. Jokowi rela menjadi korban kepentingan partai dan menaruh tujuan kesejahteraan rakyat di atas segala-galanya. Cita-citanya hanya kepada keberlanjutan program yang sudah dimulai, demi terwujudnya Indonesia emas 2045 harus tercapai.

    Untuk mencapai hal dimaksud, salah-satu strategi brilian Jokowi untuk menyelamatkan bangsa sekaligus mengakomodir program-programnya adalah menempatkan anaknya Gibran Rakabuming Raka untuk mendampingi Pak Prabowo. Prabowo dinilai Jokowi sebagai figur yang tepat karena bisa melanjutkan programnya demi kepentingan bangsa. Tentu hal ini menyadarkan publik bahwa Jokowi rela menaruh kepentingan bangsa di atas kepentingan partai.

    Kelanjutan program Jokowi menjadi cita-cita hampir seluruh rakyat Indonesia, juga termasuk harapan penulis. Penulis mengidealkan suatu pemerintahan tentunya menjadi idealisme segelintir rakyat Indonesia jika hal itu tidak berbenturan dengan konstitusi yaitu : Jokowi sebagai Presiden, Prabowo sebagai Wakil Presiden, Ganjar Pranowo sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Gubernur Jawa Tengah.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini