Rakyat Papua dalam Atmosfer Gonjang Ganjing Vaksin Covid-19

Header Menu

Rakyat Papua dalam Atmosfer Gonjang Ganjing Vaksin Covid-19

10 Januari


Jayapura, 10/01/2021

1. Pengantar

Sejak bulan Desember 2019 lalu hingga kini, telah tercatat ada 222 negara di dunia tengah dilanda pandemi Covid-19. Dari data pusat Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ( KPCPEN-Indonesia) per  Sabtu, 9 Januari 2021 menunjukkan setidaknya terdapat 87.589.206 orang di dunia telah terkonfirmasi terserang Covid-19. Sementara itu, 1. 906.606 orang telah  meninggal dunia dalam kurun waktu satu tahun itu. Prevalensi dan kumulatif Covid-19 secara statistik terus mengalami peningkatan sangat tajam. Meskipun beberapa bulan  lalu pemerintah telah mengupayakan pelaksanaan “new normal” sebagai upaya meyakinkan publik atas “keberhasilan” penanganan pandemi mematikan ini. Di Indonesia insidensi kasus Covid-19 sejak mula-mula hingga kini, tercatat kasus positif mencapai 818.286 orang, sembuh 673.511 orang, sementara yang meninggal dunia sudah 23.947 orang. Dan berdasarkan data tersebut, maka terdapat 120.928 kasus aktif Cocid-19 atau sekitar 14.8 % dari total pasien yang terkonfirmasi positif. Sementara untuk di tanah Papua, hingga per 9 Januari 2021 kemarin, data statistik masing-masing untuk Papua menunjukkan kasus positif sebanyak 13.630 orang, sembuh 8.147 orang, meninggal 154 orang. Sedangkan untuk Papua Barat kasus terkonfirmasi positif sebanyak 6.161 orang, sembuh 5.653 orang dan yang meninggal sebanyak 103 orang. Berdasarkan itu, maka secara total di seluruh tanah Papua yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 19.790 orang, sembuh 13.800 orang dan yang meninggal sudah mencapai 257 orang. 
Jika Dari data-data di atas menegaskan bahwa  perkembangan kasus Covid-19 sudah memasuki keadaan darurat. Bukan saja karena menghantam fisik manusia, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan ekonomi negara-negara yang menjadi sasaran ledakan pandemi ini. Oleh karena itu, berbagai upaya pun telah dilakukan untuk menghentikan lajunya serangan virus China tersebut. Penelitian-penelitian baik untuk mengobati virus maupun untuk mencegahnya dengan menemukan vaksinnya pun telah digalakkan banyak ilmuwan di lembaga-lembaga penelitian independen, milik negara maupun milik swasta. Salah satu hasil dari penelitian tersebut berasal dari negeri tirai Bambu, China. Dimana China adalah negara yang pertama kali menjadi sumber atau asal-usul virus Corona ini, juga berhasil menemukan vaksin virus tersebut. Berbagai spekulasi adanya konspirasi pun mengemuka meskipun tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Kehebatan virus RNA yang mampu bermutasi ini menyebabkan banyak negara sedang berbondong-bondong melirik vaksin buatan pemerintah China  yang diberi nama Sinovac. Vaksin ini dengan pro dan kontranya, telah secara cepat saji hendak dikomersilkan tanpa melalui seluruh proses uji klinis. Hal inilah yang menimbulkan munculnya beragam pandangan pro dan kontra atas efektivitas dan keamanannya.

Oleh karena itu, tulisan ini akan mengetengahkan mengapa, dan bagaimana pro dan kontra tersebut dapat muncul. Apa alasan-alasan yang mungkin menjadi penyebabnya akan diuraikan secara umum sebagai informasi publik non medis. Ini sebagai bagian dari upaya edukasi agar masyarakat Papua dapat secara bijak memosisikan diri dalam mengambil keputusan ketika diperhadapkan pada pilihan vaksinasi oleh instituasi kesehatan yang bertanggung jawab dalam penanganan pandemi mematikan abad 21 ini.

2. Covid-19 dan Vaksin Sinovac

Di Indonesia invasi virus Corona mulai terjadi pada awal tahun 2020 tepatnya pada bulan Mei, walau  di wilayah lain dunia sudah terjadi sejak medio-akhir 2019.  Di Tanah Papua, kasus pertama terjadi di Merauke, lalu bergeser ke Kota Jayapura setelah ditemukannya insidensi di Kota Madya Jayapura pada akhir bulan Maret hingga awal April 2020. Nama penyakit itu disebut corona virus disease 2019 (Covid -19)  karena disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Awalnya, virus ini dinamakan novel coronavirus (2019-nCoV) sebelum WHO mengubah namanya menjadi Covid-19 pada 2020. Cara transmisi virus ini adalah melalui droplet saat batuk dan bersin “human to human” yang dimulai dari Wuhan, Provinsi Huabei, negara China. Asal muasal virus ini masih belum jelas. Namun diduga berasal dari sebuah pasar  ikan di China. Demikian juga ada yang mengaitkannya dengan kontak erat hewan-hewan dan manusia di negara itu. Penyakit ini sejak awal insidennya tidak butuh waktu yang lama. Hanya dalam rentang sebulan berhasil menginvasi berbagai provinsi di China, Thailand, Jepang dan Korea Selatan. Sebelum akhirnya menginvasi seluruh dunia.

Setelah menguncang dan menjadi momok menakutkan, Covid-19 pun diupayakan untuk dilawan. Salah satu dari salah dua caranya adalah dengan produksi vaksin Sinovac di Beijing China, selain jenis vaksin lainnya seperti Moderna, Pfizer-BioNTech, Sinofarm, Aztra Zeneca, Biofarma-Eijkman dan Biofarma-Sinovac dll. Vaksin adalah  zat yang sengaja dibuat untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh manusia terhadap suatu jenis penyakit, sehingga bisa mencegah terjangkitnya tubuh dari serangan penyakit tersebut. Vaksin menurut definisi sumber lain ialah bahan antigentik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Secara sederhananya, vaksin merupakan bahan aktif yang diambil dari suatu organisme kemudian dimasukkan ke dalam tubuh manusia sebagai anti atau penangkal terjadinya suatu penyakit. Jadi, vaksin sinovac hanya agen biologis yang direkayasa sedemikian rupa lalu disuntikan ke dalam tubuh manusia sehingga kelak ketika orang itu terserang penyakit, vaksin tadi telah membentuk tentara (imun) khusus yang siap mengenal masuknya penyakit Coronavirus, dengan demikian akan otomatis melawan virus tersebut. Atau dengan kata lain, virus tersebut menjadi tidak mempan untuk menyebabkan munculnya gejala sakit pada tubuh seseorang. Banyak vaksin yang sudah kita peroleh selama ini. Misalnya vaksin Polio, Cacar, Campak, Tetanus dll. Vaksin-vaksin ini sudah kita terima sejak lahir melalui imunisasi  yang wajib. Berkat semua vaksin itu, maka hari ini kita dapat terbebas dari penyakit-penyakit tersebut. Maka dari itu, dengan menerima vaksin COVID-19 ini, umat manusia diharapkan dapat terbebas dari ancaman pandem mematikan ini. 

3. Gonjang- Ganjing Vaksin Covid-19

Situasi dan dinamika gonjang-ganjing di dunia hingga di tanah air mulai terlihat tatkala banyak negara  berlomba-lomba ingin menemukan obat dan vaksin sebagai terapi dan anti Covid-19. Beberapa negara besar sebut saja China, Amerika, Jerman, Inggris dll bersaing mencari jalan untuk dapat sesegera mungkin menciptakan obat/penawar virus Covid-19 ini. Pada konteks ini, negara-negara maju tadi tentu saja berkompetisi untuk memecahkan rekor sebagai penemu anti Covid-19. Apalagi jika berhasil menemukan obat atau vaksin, tentu akan  menjadi terapi yang menjadi resep dunia. Dengan asumsi berapapun harga-biaya yang diajukan, sudah pasti  tanpa dipikir panjang akan laris diboyong semua negara dunia yang sedang sekarat dan  menderita karena dampak virus ini.  Oleh karenanya, sangat jelas bahwa  tentu ada kompetisi dan saling cipta opini dan kondisi untuk mempengaruhi dan memenangkan opini publik terutama  diantara negara-negara berhaluan kiri, fundamentalis dan kanan untuk menerima atau menolak salah satu produk vaksin tersebut.

 Pemerintah Indonesia bersama beberapa negara, seperti Brazil dan Turki telah memutuskan untuk  membeli dan mendatangkan  vaksin Sinovac dari China sejak akhir tahun lalu. Sementara berdasarkan riset belum ada uji klinis tuntas dari vaksin ini--yang akan dibeli oleh pemerintah Indonesia. Bahkan dikabarkan dengan statusnya yang masih belum layak pakai sebagai suatu Emergency Use Authorization (EUA) vaksin itu akan langsung didatangkan ke Indonesia untuk disuntikkan kepada rakyat Indonesia (Jutaan). Akhirnya, beberapa hari lalu, pemerintah Indonesia telah menerima vaksin tersebut dan sudah didistribusikan ke sejumlah  provinsi untuk segera divaksinasikan kepada rakyat. Indikasi untuk dapat digunakan sebagai vaksin pilihan hanya didasarkan pada uji klinis tahap uji I dan II  sehingga disimpulkan  secara prematur sebagai ‘aman’ digunakan  dalam kondisi darurat saat ini. Lantas, hal inilah yang menjadi alasan mengapa rakyat Indonesia yang akan mendapatkan vaksin ini tidak hanya menjadi subjek, tetapi  juga sekaligus objek uji-coba klinis tahap III yang baru akan selesai pada Maret tahun 2022. Keputusan ini juga didukung dengan beredarnya informasi tentang keberhasilan pemerintah China mengatasi pandemi Covid-19 di negeri itu melalui vaksinasi pada kelompok berisiko tinggi sejak bulan juli 2020 lalu. Dengan demikian, adalah hal yang logis jika kebanyakan rakyat Indonesia merasa akan dijadikan sebagai kelinci percobaan. 

Meski, dilain sisi ada nilai positif yang barangkali tersirat dari langkah pemerintah untuk dengan segera mengadakan vaksinasi, mengingat laju kasus COVID-19 di negeri ini sudah kian mengkwatirkan, namun demi kebaikan rakyat yang lebih banyak, meskinya pemerintah tidak perlu terburu-buru menggelar vaksinasi massal karena keamanan yang rentan dapat menimbulkan efek dan akibat yang berat. Dan adalah juga patut dipertanyakan, mengapa pemberiaan vaksin Covid-19 musti disertai dengan ancaman denda 5 juta. Wajar jadinya jika masyarakat bertanya, kenapa vaksin yang menjadi hak-hak masyarakat, pemenuhannya harrus menimbulkan konsekuensi hukum?Ada ada sebenarnya. Oleh karena itu, menyoal rencana vaksinasi di tanah Papua, mungkin adalah bijak jika ditangguhkan hingga 2022, sebab insidensi Covid-19  di sini masih relatif kecil dan berada dalam zona hijau. Secara garis besar mengapa vaksin  Sinovac ditolak karena beberapa hal  berikut:

- Proses Uji Klinis belum tuntas
- Belum ada izin edar dari BPOM sebagai otoritas pengawasa 
  makanan dan obat-obatan di Indonesia.
- Mekanisme pembelian dan biaya pembelian vaksin ini            belum jelas
- Mencurigakan karena mewajibkan masyarakat menerima 
   vaksin dan memberikan denda bagi yang tolak.
- Sebuah penelitian di Bandung menunjukkan 20% tenaga 
   medisnya menolak divaksinasi dengan beragam alasan 
   berikut: 30% ragu dengan keamanan, 22% pesimis dengan 
  efektivitas, 12%  takut efek samping, 13%  tidak percaya sama sekali, 8 % karena soal Halal-Haram dan15% menolak karena alasan lainnya. 

Paling tidak beberapa alasan tersebut, menjadi alasan umum hampir di seluruh dunia sehingga banyak negara menolak untuk memvaksinasi warganya.

4. Bagaimana Orang Papua Menyikapinya?

Terdapat banyak isu-isu yang dikembangkan akhir-akhir ini di tanah Papua menyikapi hadirnya vaksin Sinovac anti Covid-19. Mulai dari yang sifatnya mitos hingga asumsi yang belum dapat diuji kebenarannya pun telah banyak bermunculan. Misalnya adanya isu yang menyebutkan vaksin Covid-19 itu merupakan propaganda komunis yang anti-Tuhan untuk menjadikan manusia sebagai pengikut anti Kristus.Vaksin itu racun untuk menghabiskan orang Papua. Kecemasan soal keselamatan jika terjadi efek samping (side effect) dari vaksin karena merupakan vaksin yang relatif baru di dunia;  vaksin itu berisi racun jangka panjang dll. Semua narasi itu diciptakan dan kini telah beredar dan menjadi buah bibir  dan menciptakan kecemasan setiap orang Papua: baik orang asli Papua maupun non Papua. Ada juga beberapa video dan berita yang viral bukan diakibatkan oleh vaksin Covid-19 namun kini beredar di kalangan masyarakat. Misalnya kasus pingsannya  beberapa remaja di sekolah Pesantren di Pulau Jawa karena vaksin Dipteri, adanya pengakuan seorang wanita yang mendadak lumpuh padahal vaksin tersebut belum diberikan, adanya gambar-gambar yang menerangkan terjadinya kekakuan pada sisi wajah, pembesaran penis dll. Yang semuanya sesungguhnya hanya hoax karena belum bisa dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, adalah baik, jika pada kesempatan ini kita memahami bahwa bisa saja ada upaya politisasi isu denhgan narasi yang mengkhawatirkan. Tetapi adalah juga sangat baik, jika kita berfikir positif dalam  memandang vaksin tersebut.  Sebab mempolitisasi isu kesehatan, justeru dapat memperburuk keadaan, jika asumsi yang dipakai ternyata salah dan keliru.  Jika demikian akan dapat mendatangkan dampak-dampak yang tak dikehendaki. Atas dasar argumen-argumen di atas, maka sebaiknya seluruh orang Papua perlu berhati-hati dalam memutuskan menerima atau tidaknya dengan ikhlas vaksin dimaksud. 

Perlu diperhitungkan dengan cermat, apa untung dan ruginya sehingga bisa siap sedia jika terjadi apapun. Dan bagi pemerintah, adalah mungkin sangat bijak dan humanis jika dalam pembagian vaksin yang akan dimulai pada minggu besok, tidak perlu memaksakan masyarakat untuk wajib divaksinasi. Mungkin adalah cerdas dan baik sekali mengikuti sikap beberapa kepala daerah di Jawa atau di luar negeri yang tidak memaksa rakyat, tetapi menyerahkannya pada kesadaran dan kebutuhan diri mereka, akan keselamatannya. Dengan demikian, jika timbul polemik vaksin dan resiko-resiko kelak, pemerintah tidak akan disalahkan sebagai aktor yang membunuh rakyatnya sendiri. Walau bagaimanapun, orang Papua memiliki Tuhan Yesus, dan hidup mati mereka sudah ada di dalam garis dan rancangan-Nya sehingga pemaksaan pemberian vaksin Covid-19  akan berlawanan dengan iman mereka. Menjunjung  dan mengupayakan rasa aman dengan imun tanpa menindas iman mungkin lebih baik dan sesunguhnya adalah ideal, bukan ?

5. Kesimpulan
Invasi Covid-19 telah memasuki lebih dari 1 tahun sejak 2019 silam. Insidensi, korban meninggal dan kasus baru terus meningkat. Berbagai upaya masih terus dilakukan. Pencegahan dan ketaatan ( 3M+3T) menjadi solusi terbaik yang lebih pasti. Pemberian vaksin di tengah pro dan kontra, walau bagaimanapun, secara tidak langsung telah kehilangan khasiatnya dari 100%. Sebab suatu obat ataupun vaksin biasanya akan sangat menolong jika diterima dalam suasana psikis yang tenang tanpa kontradiksi. Tetapi, jika sudah seperti saat ini, maka jelaslah bahwa asas manfaat yang diharapkan telah tereduksi. Apalagi pro- kontra yang melanda dunia hari ini berkaitan dengan nyawa miliaran manusia yang tengah berada di bawah ancaman serius virus yang sangat mematikan tersebut. Ini membutuhkan ketenangan otak untuk bernalar dan hati untuk melihatnya dengan hikmat dan kebijaksanaan untuk memilih menerima atau menolak. Jadi semuanya kembali kepada masyarakat dan pemerintah itu sendiri.
           
Penulis adalah salah satu praktisi kesehatan di Papua
-------------------------------------------------------------------------
Referensi: Diolah Dari Berbagai Sumber