MENINJAU.COM- Tujuh usulan Hutan Adat dari Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura telah diverifikasi Tim Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Tim yang dibentuk merupakan perwakilan dari KLHK, Balai PSKL Wilayah Maluku-Papua, Akademisi Universitas Cendrawasi, Dinas Kehutan Provinsi Papua, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura dan Perwakilan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup Nomor: SK.28/PSKL/PKTHA/PSL.1/9/2022 yang dipimpin oleh Ketua Tim Terpadu Dr. Soeryo Adiwibowo. Kedatangan tim terpadu disambut langsung Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, S.E., M.Si., di Hotel Grand Allison Sentani Jayapura pada hari Minggu, 2 Oktober 2022.
Kegiatan verifikasi dimulai pada tanggal 3
sampai dengan 7 Oktober di lima lokasi yang bebeda diantaranya Distrik Kemtuk
Gresi, Nimboran, Nimbokrang, Ravenirara dan Distrik Ebungfau. Luas usulan
pengakuan hutan adat sekitar 20.405,72 hektar. Hutan Adat terbesar berada Kusang
Syuglue Woi Yansu di Distrik Kemtuk Gresi dengan luasan mencapai 15.602, 96
hektar. Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Klisi Dortheis Udam mengatakan bahwa Hutan
Adat tersebut diusulkan sendiri oleh masyarakat adat yang merasa akan terancam
dengan pembangunan kedepan.
“Kami mengusulkan Hutan Adat ini karena
bagi kami Hutan merupakan salah satu kekayaan selain tanah yang dimiliki oleh
suku-suku di Papua, dan selama ini kami masih hidup dengan memanfaatkan hasil
hutan, sedangkan hak masyarakat adat di batasi terkait pengelolaan dan
pemanfaatan hutan, belum lagi perkebunan sawit yang mulai mengancam
wilayah-wilayah yang ada disekitar kami, kedepan kami orang Papua akan
terancam, namun dengan adanya skema Hutan Adat kami merasa ini penting bagi
kami, para Ayanang Trang Digno dan seluruh masyarakat adat disini telah
berkontribusi besar dalam menjaga hutan, sehingga jika hutan di kembalikan
kepada kami masyarakat adat, tentu kami merasa negara hadir dalam memberikan
kepastian dan perlindungan serta pemberdayaan”. Ucap Dortheis.
Hal senda juga disampaikan oleh Bupati
Jayapura bahwa dengan adanya 7 usulan pengakuan Hutan Adat yang telah selesai
diverifikasi merupakan satu pekerjaan tim yang luar biasa dari berbagai pihak ini
menjadi harapan untuk masyarakat adat agar kedepan di Kabupaten Jayapura maupun
diberbagai tempat diseluruh Tanah Papua bisa dikerjakan hal yang sama. GTMA
Kabupaten Jayapura memfasiltiasi usulan pengakuan Hutan Adat yaitu Kusang
Syuglue Woi Yansu, Meyu, Akrua, Melra Kelrasena, Singgriwai dan Takwobleng.
Sedangkan Babrongko sedang menunggu kelengkapan administrasi yang lain.
“Masyarakat Adat membutuhkan kepastian ruang kelola mereka baik tanah maupun hutan yang selama ini tidak ada kepastian hukum atas wilayah adat serta ruang didalamnya. Kehadiran negara menjadi penting dalam memberikan jaminan atas keberadaan masyarakat adat dan wilayahnya. Namun hari ini dengan adanya penilain yang positif terhadap Hutan Adat yang diusulkan merupakan harta yang besar dan modal untuk Masyarakat Adat dimana mereka hidup dengan satu kepastian untuk generasi dan anak cucu kedepan”. Kata Mathius.
“Saya melihat masyarakat sangat antusias
dengan adanya hal seperti ini, karena dengan luasnya potensi hutan adat di
Kabupaten Jayapura, kita bisa bayangkan bagaimana jika semuanya bisa terpetakan
maka kedepan akan menjadi modal yang kuat untuk keberlangsungan Masyarakat Adat
dalam menjaga hutannya. Karena Hutan Adat juga menjadi penting dalam menjaga
pelestarian hutan kedepan sesuai dengan kearifan lokal yang dimiliki, satu
tantangan kedepan dengan adanya perubahan yang nantinya terjadi saya percaya
bahwa Masyarakat Adat akan jauh lebih siap dan dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar”, tegas Mathius.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Jayapura Abdul Rahman Basri menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat adat
yang telah menyambut kehadiran tim dan memberikan dokumen usulan yang lengkap. Ini
merupakan bukti keseriusan masyarakat adat dalam menjaga dan melestarikan hutan
kedepan.
“Kami dari Dinas Lingkungan Hidup ikut
mengawal proses dan memastikan terkait dokumen usulan tersebut benar-benar dari
masyarakat adat sendiri, sebagai salah satu dari anggota tim terpadu, kami
merasa sangat senang dengan antusias masyarakat adat, karena semua pertanyaan
yang diajukan dijawab dengan sangat baik, dan mudah-mudahan hasilnya sesuai
dengan harapan masyarakat adat”, tutup Rahman.
Verifikasi Hutan Adat oleh KLHK ini
merupakan yang pertama dilakukan di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Dalam waktu bersamaan verifikasi juga
dilkaukan di Hutan Adat Ogeney di Kabupaten Bintuni, Papua Barat. Ini merupakan sejarah baru dalam pengembalian
hutan adat kepada masyarakat adat di Tanah Papua. (ZM)
Social Header