DEKLARASI SUMPAH DEMOKRASI INDONESIA

Kami putra dan putri indonesia bersumpah
Melawan money politik, menggayang politk oligarki dan mengutuk demokrasi prosedural!

Jika pada tanggal 27 Oktober 1928 di gelar pemuda II yang menghasilkan keputusan penting yakni sumpa pemuda .Sumpah  pemuda yang diikrarkan oleh parah pemuda yang menegaskan cita-cita ‘Tanah Air Indonesia ;Bangsa Indonesia;dan Bahasa Indonesia tepat pada tanggal 28 Oktober 1928 atau sehari setelah konggres pemuda II.Hal ini kemudian mengingatkan saya ketika berkesempatan berbicara dalam  ajang nasional 100 pemimpin muda masa depan Indonesia yang di selenggarakan oleh Kader Bangsa Fellowship Program belum lama ini,peretmuan itu sangat menyemai  persaudaraan bagi kami anak –anak muda dari Aceh sampai Papua dengan berbgai latar belakang yang berbeda tetapi kami sepakat bahwah langkah perbaikan demokrasi dan kemajuan bangsa Indonesia di berbagai bidang harus menjadi agenda prioritas .
Memaknai sumpah pemuda sebagai salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan  kemerdekaan Indonesia .Ikrar ini di anggap sebagai kristaliasai semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia .Maka bagi penulis momentum lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 2021 kali ini harus mampu merduksi perayaan –perayaan bersifat seremonial dan simbolik ,tetapi peringtan sumpah pemuda kali harus mampu memitigasi persolan bangsa yang saat ini kita hadapi kian hari semkani membuat kegelisan kita sebagai pemuda, untuk bisa mendeklarasikan dan mengikrarkan perlawanan terhadapan kejumudan dengan melawan money politic ,menggayang politik oligarki,dan mengutuk demokrasi prosedural.
Deklarasi  Sumpah Demokrasi
 Pertama ,Suda 93 tahun lamanya setelah seluruh elemen pemuda berirkar dan bersumapah atas nama bangsa Indonesia untuk bisa berdiri kokoh sebagai sebuah bangsa yang besar ,sebagai lompatan awal untuk menjadi sebuah bangsa dengan pekikan semangat yang sama bertanah air satau,berbangsa satu dan berbahas satu kemuadian menjadi momentum mengantarkan Indonesia untuk merdeka sepenunya.Jika dalam konteks demokrasi saat ini (money politics) politik uang adalah bagian dari pelemahan negara secarah sistemik maka perluh ada manifesto dari golongan pemuda untuk melakukan langkah kongkrit perlawan yang masif .Menurut Scaffer dan Schedler (2007):Politik uang berada pada arena pemilu yang melibtkan “pasar dukungan “(electoral market ) dan pembeli suarah (vote buyer ) dengan menggunakan basis material berupa uang dalam wujud fresmoney atau dalam bentuk barang dan jasa ,sesuai dengan apa yang di inginkan oleh penjual suarah (vote sallers),dan penjual suarah menyerahkan suarahnya sebagai wujud imbalan atas apa yang sudah diberikan.
Sementara itu, praktik politik uang kerap ditemukan di lapangan dengan berbagai modus, seperti membagikan uang secara tunai, memberikan sembako, hadiah atau doorprize uang atau barang, memberikan insentif tertentu. Lalu, memberikan sejenis bansos, mengiming-imingi asuransi bagi yang memilih kandidatnya, atau memberi pekerjaan sesaat dan menjanjikan jabatan tertentu.
Menurut Burhanuddin dkk, 2019, jumlah pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu 2019 di kisaran 19,4% hingga 33,1%. Kisaran politik uang ini sangat tinggi menurut standar internasional, dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor tiga sedunia, dengan kata lain politik uang telah menjadi praktik normal baru dalam Pemilu Indonesia. Hal ini sejalan dengan temuan Bawaslu dan berbagai lembaga survei terdapat kasus politik uang yang terjadi pada Pemilu serentak tahun 2019 antara lain, Pertama 12 kasus dugaan politik uang yang terjadi pada masa tenang tanggal 14 sampai dengan 16 April 2019 dan pada hari pencoblosan yaitu 1 kasus Kabupaten Ciamis, 1 kasus Kabupaten Kuningan, 4 kasus terjadi di Kabupaten Pangandaran, 1 kasus di Kota Bandung, 1 kasus di Kabupaten Indramayu, dan 4 kasus di Kabupaten Garut. Kedua, menurut hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan survei tentang Pemilu 2019 dan Demokrasi di Indonesia, menyatakan bahwa terdapat 47,4 persen masyarakat membenarkan adanya politik uang yang terjadi dalam Pemilu Serentak 2019, dan 46,7 persen menganggap politik uang tersebut sebagai hal yang dapat dimaklumi.
Kedua Oligarki politik di sini dipahami sebagai praktik kekuasaan yang berlangsung secara reproduktif di mana hanya sekelompok kecil orang yang diuntungkan dari bangunan sistem politik yang ada. Jeffrey A. Winters dalam bukunya, Oligarchy (2011: 39), menggarisbawahi bahwa oligarki lebih mengarah pada proses pengelolaan politik yang berkaitan dengan sekelompok kecil orang yang berupaya mempertahankan konsentrasi kekayaan pada mereka. Bahwa kuatnya peran dan pengaruh parpol dalam meregulasi kelembagaan politik di lembaga eksekutif maupun legislatif, irisan antara penguasa dan pengusaha yang belakangan makin kuat terasa hingga konten produk legislasi yang cenderung berpihak kepada kelas dominan merupakan indikasi kentalnya oligarki politik.
Di aras nasional, perkembangan pemberitaan makin menegaskan gambaran tersebut. Revisi UU KPK dan performa KPK baru yang masih di bawah harapan, lemah atau bahkan absennya oposisi politik, pembahasan omnibus law yang potensial mengorbankan rakyat bawah dan lingkungan, sampai kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya yang hingga kini terbilang masih menggantung penanganannya. Seolah menampakkan benang merah bahwa politik secara riil hanyalah negosiasi dan pengelolaan konflik dalam pembagian kue kekuasaan dan kekayaan di antara kaum oligark.
Ketiga, Demokrasi prosedural Sejumlah ilmuwan memetakan demokrasi berdasarkan lingkup dan partisipasi warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Pendekatan ini membedakan demokrasi menjadi empat tingkat: prosedural, agregatif, deliberatif dan partisipatoris.Demokrasi prosedural berarti membuka persaingan partai politik dan atau para calon pemimpin dalam meyakinkan rakyat agar memilih mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan. Dengan demikian, demokrasi tahap ini terbatas pada partisipasi warga negara dalam memilih wakil rakyat maupun kepala pemerintahan melalui pemilu.Jadi aktifitas tahapan pemilu dilaksanakan seolah-olah ada proses dan tahapan pemilu berlangsung ,padahal sebenarnya mereka suda menyiapkan siapa pemimpin selanjutnya ,bahkan yang paling mirisnya proses pencoblosan belum usai kita suda bisa menebak siapa yang akan memenangkan pesta electoral tersebut. 
Manifesto Perbaikan 
The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Laporan Indeks Demokrasi 2020. Dalam laporan tersebut menujukkan Norwegia meraih skor tertinggi yakni 9,81 dan menjadikannya negara dengan indeks demokrasi tertinggi di dunia.Di posisi kedua ada Islandia dengan skor 9.37, disusul Swedia dengan skor 9.26, Selandia Baru dengan skor 9.25, dan Kanada dengan skor 9.24. Adapun negara dengan indeks demokrasi paling rendah adalah Korea Utara, dengan skor 1.08.EIU menyebut secara global indeks demokrasi dunia menurun dibandingkan tahun lalu. Rata-rata skor indeks demokrasi dunia tahun ini tercatat 5.37, menurun dari yang sebelumnya 5.44. Angka ini pun tercatat sebagai rata-rata skor terendah sejak EIU merilis laporan tahunannya pada 2006 silam.Berdasarkan skor yang diraih, EIU akan mengklasifikasikan negara-negara ke dalam empat kategori rezim: demokrasi penuh, demokrasi cacat, rezim hibrida, dan rezim otoriter.
Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3. Meski dalam segi peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, namun skor tersebut menurun dari yang sebelumnya 6.48.Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.Pelaksanaan pemilu misalnya perlu diperbaiki. Sejumlah hambatan dalam pelaksana pemilu seperti money politic itu juga harus dicegah. Terkait dengan initimidasi dalam pelaksanaan pemilu juga harus dicegah.Kongkalikong antara penyelenggara pemilu dengan kontestan itu juga harus dihindari.Menguatnya sistim oligarki di kalngan elit politik yang semakin mengkhatirkan dan penerapan demokrasi prosdural yang makin sulit diatasi pada skala lokal dan daerah.Jika persoalan diatas sulit di bendung maka harus ada langkah kongkrit perbaikan menuju demokrasi subtansial.
Pertam,Kaum muda harus mampu dan masif dalam melakukan pendidikan politik kepada masyarakat,terutama yang berpengasilan rendah dan minim pendidikan.Karna dalam UU Pilkada ,pemberi dan penerima sama –sama bisa di jerat atau di hukum.Kedua,deklarasi terbuka kepada seluruh pemuda Indonesia untuk menyambungkan isu politik uang sama dengan korupsi politik.Ketiga harus ada gerakan moral secara terstruktur oleh kaum muda dalam memperkasai gerakan anti politik uang,bahaya oligarki dan demokrasi prosedural kepada masyarakat di wilayah masing-masing.Keempat,kaum muda harus menginisiasi diri dan menjadi pelopor dalam pengawas pemilu dalam semua level penyelengara pemilu mulai dari tingkat pusat dan daerah.Kelima,Kaum muda haru berperan aktif dan mendorong partai politik ,DPR dan Pemerinta untuk melakuakn revisi UU Pemilu dan revormasi partai politik melalui revisi UU partai Politik.Keenam kaum muda harus menjadi katalisator dan mengkampanyekan bahaya laten politik uang ,bahaya oligarki dan ketimpangan yang terjadi jika demokrasi hanya di jalankan hanya bersifat prosedural dan mengabaikan nilai yang paling subtansial dalam berdemokrasi yaitu kesejahteraan masyarakat .

Penulis adalah Pegiat Kebangsaan dan Kenegaraan
Ads1

BERITA

Ads2