Buruknya Sebuah Negara Dilihat dari Cara Memperlakukan Pers


Opini oleh Yohandri Akmal
Pertanyaannya, apakah pantas dibumbui dengan papan karangan bunga? Meskipun hal itu dianggap sebagai apresiasi kepada pihak Kepolisian dengan memberikan ucapan selamat dan sukses atas penangkapan Oknum Wartawan. Sekali lagi, apakah pantas?

Memang kita akui bahwa di dalam negara demokrasi, adalah sah-sah saja bagi setiap warga negara menyampaikan apresiasi yang misalnya melalui ucapan selamat dalam bentuk papan karangan bunga. Namun perlu juga disadari bahwa sebagai orang timur, kita memiliki etika keramah tamahan, saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Baik dalam bernegara maupun dalam bermasyarakat, apalagi menyangkut tentang profesi.

Perlu dipahami, Pers adalah pilar ke-empat Demokrasi. Artinya, Pers merupakan bagian dari Pondasi Bangsa. Tentunya profesi ini patut untuk dihargai. Sebab tanpa pers, jelas negara menjadi mati suri dan rakyat buta informasi. Kalau di negara luar, baik buruknya sebuah negara dilihat dari cara ia memperlakukan pers.

Jadi, mengenai sikap pengiriman papan karangan bunga ucapan selamat atas penangkapan wartawan itu tentunya tidaklah tepat, karena terkesan mengandung unsur cemooh atau penghinaan terhadap suatu profesi. Dan di sisi lain, pekerja pers seakan dibenturkan dengan masyarakat.

Tentang dinamika penangkapan terhadap Pemimpin Redaksi Resolusi TV Com, Muhammad Indra di Lampung Timur yang dikatakan suatu tindakan kriminalisasi menjadi perhatian serius dikalangan insan pers, utamanya Ketua DPN PPWI (Persatuan Pewarta Wartawan Indonesia), Wilson Lalengke.

Jika Wilson Lalengke merasa tidak terima terkait perlakuan kriminalisasi terhadap wartawan, tentunya merupakan hal wajar, karena Wilson Lalengke dikenal memiliki kepedulian tinggi terhadap insan pers tanah air. Di mata wartawan, Wilson Lalengke dianggap sebagai salah satu sosok pembela wartawan Indonesia.

Seperti diketahui, wartawan Muhammad Indra merupakan Pimred Resolusi TV Com dan ia adalah salah satu anggota PPWI untuk di Lampung Timur.

Terkait peristiwa penangkapan Muhammad Indra oleh Polres Lamptim berawal dari laporan Rio. Sebelumnya, Muhammad Indra mengungkap seputar kasus perselingkuhan melalui media persnya. Sehingga pemberitaan itu berujung viral, khususnya di Provinsi Lampung.

Adapun kronologis tentang pemberitaan perselingkuhan itu hingga penangkapan Muhammad Indra, sebelumnya telah dimuat oleh beberapa media online. Selain itu, juga telah dipaparkan oleh Hence G Mandagi (Ketua Dewan Pers Indonesia dan Ketum SPRI) melalui tulisannya yang juga telah dipublikasikan oleh banyak media pers.

Untuk lebih jelasnya, ada baiknya Penulis kembali kutipkan. Dalam tulisan Hence G Mandagi, membeberkan bahwa sebelum ditangkap, Muhammad Indra diungkapkan sempat memberitakan peristiwa seorang isteri menggrebek suaminya lagi berselingkuh dengan wanita idaman lainnya. Pelaku perselingkuhan itu Bernama Rio yang disebut-sebut merupakan pimpinan organisasi masyarakat dan orang dekat Bupati di Lampung.

Pasca pemberitaan itu, Rio bersama keponakannya Noval yang juga berprofesi sebagai wartawan meminta Muhammad Indra melakukan pertemuan untuk membicarakan kasus perselingkuhan yang diberitakan di media ResolusiTV.com.

Pihak Rio meminta bantuan Noval agar persoalan itu diselesaikan secara baik-baik dengan Muhammad Indra. Meskipun sibuk dengan kegiatan medianya, Indra akhirnya mengorbankan waktu dan kesibukannya untuk memenuhi permintaan Noval rekannya sesama wartawan untuk bertemu di Masjid Desa Sumber Gede.

Dalam suasana damai dan kekeluargaan Muhammad Indra bersedia menolong rekannya Noval agar berita tentang perselinguhan pamannya Rio dihapus dari halaman media ResolusiTV.com. Dan Noval pun memberikan uang kepada Muhammad Indra sebagai uang pengganti transport serta waktu yang diberikan untuk bertemu menyelesaikan persoalan nama baik pamannya dengan pendekatan sesama profesi.

Uang yang diterima Muhammad Indra tidak banyak karena hanya 3 juta rupiah sehingga tidak layak dikategorikan pemerasan. Itupun bukan permintaan Indra melainkan pemberian. Yang pasti uang itu tidak diterima korban kriminalisasi pers Muhammad Indra dari Rio sang pelapor.

Pertemuan itu rupanya bagian dari skenario untuk menjebak Muhamad Indra setelah menerima uang dari Noval. Rio yang secara langsung tidak memberikan uang kepada Muhammad Indra justeru menghianati kesepakatan dan pertemuan di Masjid dengan melaporkan Muhammad Indra dengan tuduhan pemerasan.

Dari peristiwa pertemuan itu sudah bisa dipastikan ada skenario yang dilakukan Rio Bersama Noval untuk menggunakan Hukum atau pasal pidana pemerasan terhadap Pimred ResolusiTV.com Muhammad Indra dengan bukti pemberian uang tersebut ke polisi.

Bagi penulis cukup sulit untuk tidak berprasangka bahwa oknum aparat Polres Lampung Timur tidak terlibat dalam skenario legalisasi law as a tool of crime yang diterapkan Rio untuk menjerat Muhammad Indra.

Sepertinya tabiat Rio yang suka berhianat kepada isterinya ikut pula dipraktekan kepada Mumammad Indra dengan menghianati kesepakatan dan niat baiknya menolong untuk menghapus berita perselingkuhannya di media ResolusiTV.com, agar nama baik Rio bisa tetap terjaga.

Bagaimana mungkin polisi memproses tuduhan pemerasan dengan uang yang hanya berjumlah 3 juta rupiah yang diterima tersangka. Serendah itukah parameter nilai uang pemerasan menurut Polres Lamptim?

Polisi sangat jelas tidak memperlihatkan profesionalismenya ketika menangani perkara ini. Sejatinya wartawan yang dilaporkan dimintai keterangan dulu.

Motif atau mens area dalam kasus ini pun gak ada sama sekali. Karena berita terkait kasus tersebut sudah dimuat di media ResolusiTV.com oleh Muhammad Indra. Dari mana polisi dan pelapor memiliki bukti ada pemerasan atau permintaan uang dari Muhammad Indra kepada pelapor dalam jumlah besar karena tujuan pemberitaan, tulis Hence G Mandagi yang dimuat oleh banyak media online.

Menyikapi perhatian serius Hence G Mandagi dan Wilson Lalengke terhadap dugaan kriminalisasi nan di alami Muhammad Indra yang juga berbuntut kepada Ketua DPN PPWI. Disini Penulis minta ruang untuk dibolehkan sedikit berceloteh.

Sebelumnya, ada baiknya Penulis kembali ke peristiwa papan karangan bunga. Kita telah sama melihat bahwa papan karangan bunga menjadi penyebab dilakukan penangkapan atas diri Wilson Lalengke. Dikarenakan beliau tidak terima dengan terpampangnya papan karangan bunga yang menurutnya tidak elok untuk dipertontonkan, sehingga ia merobohkannya.

Menurut perspektif beberapa wartawan di daerah tempat penulis berdomisili, mereka mengatakan bahwa tidak tertutup juga kemungkinan dampak dari pengiriman papan karangan bunga tersebut bisa berpotensi pada;

Pertama, berpotensi membuahkan kegaduhan dikalangan insan pers tanah air dengan masyarakat adat dimaksud, dikarenakan bunyi kalimat pada papan karangan bunga tersebut, tentunya sulit untuk bisa diterima oleh insan pers.

Kedua, bisa berpotensi terjadinya benturan antara Warga Pers dengan masyarakat adat dimaksud, seperti yang telah terjadi pada diri Wilson Lalengke sebagai salah satu sosok Pers Pembela Insan Pers tanah air.

Ketiga, Masyarakat Pers secara keseluruhan tentu akan menjadi risih yang selanjutnya muncul kesan tidak baik masyarakat pers terhadap masyarakat adat dimaksud.

Ke-empat, perlakuan sekelompok kecil yang menamakan dirinya masyarakat adat tersebut terkait papan karangan bunga itu, juga dapat melukai hati sekelompok Wartawan yang berada dalam masyarakat adat itu sendiri.

Jadi adalah hal wajar, tindakan yang dilakukan oleh Ketua DPN PPWI, Wilson Lalengke dengan meruntuhkan papan karangan bunga tersebut, sangatlah tepat. Alasannya, selain dapat menghindari kegaduhan yang kemungkinan bisa timbul, juga dapat menghilangkan kesan buruk tentang etika masyarakat adat setempat dimata insan pers tanah air.

Untuk dan demi keadilan hukum, maka adalah tepat pula langkah hukum yang dilakukan oleh Polres Lamptim dengan membebaskan Wilson Lalengke, Sebab setidaknya dapat mengobati kekecewaan insan pers tanah air terutama yang tergabung dalam PPWI (Persatuan Pewarta Wartawan Indonesia) se Nusantara.
LihatTutupKomentar